Tuesday, 29 March 2016

Mading 2 : "Peluang Akuntan di Pasar Bebas ASEAN" Tema : Vintage



Mading Edisi ke 2 telah keluar dan kalian semua bisa melihatnya di tempat mading HIMA yaitu di unit 5 lt 1 guys (dekat tangga naik)... 

Disini kita membahas peluang dari para Akuntan yang ada di Negara kita untuk bersaing di Pasar Bebas ASEAN. Seperti kita ketahui jumlah Akuntan di negara kita saja masih belum terlalu banyak(sedikit) butuh kerja keras untuk bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Berdasarkan data Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), jumlah akuntan public (akuntan yang memunyai register sebagai akuntan public) di Indoensia sampai dengan 31 maret 2011 berjumlah 926 yang tergabung pada 501 buah Kantor Akuntan Publik, jumlah tersebut merupakan jumlah yang paling sedikit jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dan dibandingkan dengan jumlah penduduk merupakan rasio yang sangat sedikit, walaupun setiap tahunnya dihasilkan tenaga terdidik bidang akuntansi yang mendapatkan gelar akuntan sebanyak 1.200.000 an orang dari 41 jumlah  perguruan tinggi yang menyelenggarakan Pendidikan Profesi Akuntan (PPAk). Dari jumlah 1.200.000 an tersebut hanya 300 – 400 an yang berkenan mengikuti Ujian sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan yang berhasil lulus USAP kurang lebih 150 orang, dan hanya 26% (39 orang) yang berkenan berpraktik sebagai akuntan publik, selebihnya berkarir pada profesi lainnya, seperti sebagai akuntan pendidik, akuntan pemerintah, dan profesi lainnya.  Dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia yang berjumlah di atas 130 juta, jumlah akuntan yang ber register menurut informasi dari IAI per Mei 2013  berjumlah 52.637, dan akuntan yang tergabung dalam Ikatan Akuntan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel 1 Jumlah Akuntan yg menjadi Anggota Asosiasi Akuntan di negara-negara ASEAN
No
Negara
Asosiasi
2008
2010
2013
1
Brunei
BICPA
79
81
56
2
Kamboja
KICPAA
799
256
284
3
Indonesia
IAI
7.171
9.624
13.933
4
Laos
LICPA
166
172
171
5
Malaysia
MIA
25.309
27.920
29.413
6
Filipina
PICPA
20.486
21.939
19.573
7
Singapura
ICPAS
20.257
24.758
25.842
8
Thailand
FAP
49.244
60.365
51.298
9
Vietnam
VAA
7.500
8.000
8.000
10
Myanmar
MAC
502
1.232
1.379

Data pada tabel berikut memperlihatkan jumlah akuntan, akuntan public dan Kantor Akuntan Publik di Indonesia menurut sumber IAI (Keliat dkk, 2013):

Tabel 2. Perkembangan Jumlah Akuntan beregister, Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik


2010
2011
2012
2013
Akuntan beregister
49.348
50.879
52.270
52.637
Akuntan public
928
995
1.016
1.019
Kantor Akuntan Publik
408
417
396
394
Cabang Kantor akuntan public
106
110
119
110
KAP yg bekerjasama dg KAP asing/Organisasi audit asing
48
49
45
47

  Data perbandingan jumlah akuntan publik di ASEAN dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3 . Perbandingan Jumlah Akuntan Publik di ASEAN
Negara
Jumlah penduduk
Jumlah akuntan publik
Indonesia
237.000.000 jiwa
995
Vietnam
25.000.000 jiwa
1.500
Malaysia
85.000.000 jiwa
2.460
Thailand
66.000.000 jiwa
6.000
Filipina
88.000.000 jiwa
15.000
Singapura
5.000.000 jiwa
15.120
Sumber IAPI, 31 Maret 2011

Tingkat pertumbuhan jumlah akuntan publik di Indonesia sangat lambat, bahkan cenderung stagnan, dan regenerasi akuntan di Indonesia juga lambat. Dibandingkan dengan jumlah penduduk  Semakin parah lagi sebaran usia akuntan sangat jauh dengan jumlah akuntan didominasi oleh usia yang sudah lanjut. Sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Kemudian untuk menghadapi MEA 2015 pada kongres IAI XII telah disyahkan brand internasional baru IAI yaitu Institute of Indonesia Chartered Accountants. Brand baru ini sekarang menjadi komunikasi internasional IAI dalam setiap aktivitasnya, dan penggunaan brand internasional Chartered Accountants (CA) memperlihatkan bahwa profesi akuntan menjadi ujung tombak penataan profesi akuntan Indonesia dalam rangka menghadapi persaingan global. Pada penataan lama profesi akuntan Indonesia tidak diwajibkan untuk mengikuti  PPL dan tetap saja diakui sebagai akuntan, sedangkan kemampuannya sebagai profesi akuntan tidak diupdate dan tertinggal jauh. Pada penataan profesi yang sekarang IAI telah menerbitkan CA sebagai nama internasional mewajibkan kepada pemilik CA untuk mengikuti PPL minimum 30 SKP per tahun. Hal ini menyiratkan bahwa sebagai pemilik CA memunyai kompetensi dan profesionalisme yang sudah baik dan ter update.

Inilah sepuluh karakter dasar yang mutlak harus dimiliki untuk menjadi akuntan handal  :

1. Akurat

mengakurasikan dan mengakuntabelkan angka uang yang dipergunakan dalam aktivitas usaha.

2. Detail

Akurasi membutuhkan detail. Tanpa detail yang cukup, akurasi tidak akan tercapai. Setiap pekerjaan akuntansi, yang manapun, selalu detail. Bagi orang akuntansi, sesuatu yang tidak detail cenderung tidak akurat otomatis tidak bisa dipertanggungjawabkan. Itu sebabnya mengapa orang akuntansi cenderung terbiasa terhadap hal-hal yang sifatnya detail dan tidak terbiasa dengan yang sebaliknya.

3. Logis

Meskipun banyak bekerja menggunakan angka, pada kenyataannya akuntansi bukanlah ilmu pasti (exacta)—banyak menggunakan prinsip dan asumsi, namun masih dalam kisaran logis. Logis adalah nilai positive dalam dimensi kehidupan manapun, baik dalam lingkungan bisnis maupun sosial masyarakat. Di lingkungan bisnis misalnya, input dasar pengambilan-keputusan minimal harus logis, tidak bisa menggunakan asumsi dan pertimbangan ngawur. Dan di lingkuan sosial masyarakat, logis lebih bisa diterima dibandingkan tak logis (ngawur).

4. Terukur

Logika yang masih bisa diterima dalam akuntansi adalah logika yang terukur. Sehingga bisa dibilang bahwa, logika yang terukur (di atas kertas dan dalam pelaksanaan) adalah kualitas terendah yang bisa ditoleransi, dalam akuntansi. Segala sesuatunya, jika tidak bisa exact, minimal harus logis dan terukur.
Logika yang dianggap terukur oleh akuntansi adalah logika yang tertuang dalam prinsip dan asumsi yang sudah melalui pengujian yang cukup, lalu disepakati bersama dan diterima oleh umum—dalam literature disebut ‘prinsip prinsip akuntansi berterima umum” (PABU). Bukan prinsip dan asusmi ngawur. Harus masuk akal—baik secara teoritis maupun praktikal.

5. Konsisten

Akuntabilitas, disamping butuh akurasi, detail, kelogisan dan keterukuran, juga membutuhkan konsistensi. Tidak bisa naik-turun. Tidak bisa ‘ngalor-ngidul’, semuanya harus dilakukan secara konsisten:

  1. Prosedur akuntansi (pengkuran, pengakuan dan pelaporan) harus konsisten
  2.  Metode apapun yang digunakan harus konsisten
  3. Satuan ukur terkecil yang digunakan harus konsisten
  4. Format penyajian laporan harus konsisten
  5. Dan lain sebagainya, semua harus konsisten

6. Disiplin

Disamping akurasi dan konsistensi, laporan yang dibuat melalui proses akuntansi—yaitu laporan keuangan—harus relevan, disajikan tepat waktu, tidak kedaluarsa. Untuk bisa memenuhi target waktu penyampaia laporan keuangan, juga memerlukan disiplin yang tinggi.
Tanpa disiplin tinggi, konsistensi tidak akan terjadi. Konsistensi, butuh disiplin tinggi:
  1. Tidak menyepelekan fakta (data) sekecil apapun;
  2. Taat pada prosedur dan kebijakan perusahaan;
  3. Taat pada aturan pemerintah;
  4.  Taat pada standard an kode etik;
  5. Taat pada prinsip yang berterima umum dan praktek yang lazim.

7. Skeptis

Dari karakter pertama hingga kelima di atas, jelas dan tak diragukan lagi, menjadi skeptis adalah sebuah konsekwensi yang tidak bisa dihindari. Untungnya, sekpetis adalah salah nilai yang positive (bukan negatif).
Berbeda dengan sinis (cynic), skeptik dalam hal ini maksudnya adalah:
  • Tidak mudah mengatakan iya – Orang akuntansi, secara informal, memang tidak diperkenaankan untuk mudah mengatakan “iya”. Standar minimal yang digunakan adalah “apa iya?”. Selanjutnya dicari tahu, kumpulkan data dan fakta sebelum mengubah “apa iya?” menjadi “iya” atau “no way”.
  • Tidak mempercayai infomasi (apapun bentuknya) sebelum melakukan verifikasi – Khususnya di wilayah auditing, para auditor—baik eksternal maupun internal—diwajibkan untuk hanya mempercayai data dan fakta (bukti transaksi yang valid). Di dalam perusahaan, akuntan hanya boleh mempercayai data dan informasi setelah diverifikasi validitasnya.

8. Sederhana

Sederet nilai kualitas (mulai dari akurasi hingga konsistensi), belum jaminan pasti untuk bisa mewujudkan kondisi akuntabel. Untuk itu akuntansi menganjurkan agar para akuntan mengedepankan kehati-hatian dalam menjalankan proses akuntansi—konservatif (conservatism).
Karena laporan keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban manajemen (pengelola) perusahaan terhadap pemilik usaha (para pemegang saham), maka yang dimaksud dengan kehai-hatian dalam akuntansi adalah:
  • Lebih baik mengakui laba yang lebih kecil dari kenyataannya, dibandingkan lebih besar (jika diturunkan, jadinya: akui potensi beban/biaya tapi jangan potensi pendapatan)
  •  Lebih baik mengakui aset lebih rendah dari kenyataannya, dibandingkan lebih besar. Sebaliknya lebih baik mengakui kewajiban lebih tinggi dari kenyataannya, dibandingkan lebih rendah.

Kesederhanaan juga nampak dari penampilan dan gaya hidup para akuntan. Anda tidak akan pernah menemukan akuntan yang berpenampilan serba “wah”—meskipun sesungguhnya, secara finansial, mereka mampu untuk itu.

9. Jujur

Tentu jujur adalah hal terpenting dalam mewujudkan akuntabilitas. Jika hal pertama hingga ke 8 di atas sudah terwujud, otomatis kejujuran terwujud dengan sendirinya. Bila tidak, maka minimal, kejujuran harus ada. Bisa jadi akurasi dan yang lain-lainnya tidak bisa terwujud karena kondisi tertentu. Tetapi kejujuran harus ada.
Boleh dikatakan bahwa, kejujuran adalah hal paling terakhir yang bisa dipegang dari seorang akuntan—pada saat akurasi, detail, kelogisan, keterukuran, konsistensi dan lain-lainnya, terpaksa tidak bisa diwujudkan. Seburuk-buruknya kinerja seorang akuntan, minimal dia harus jujur. Tanpa itu, maka habislah karirnya. Konkretnya, laporkan kondisi keuangan perusahaan apa adanya, tanpa ada niat melakukan kecurangan—baik atas nama sendiri, kelompok, maupun perusahaan itu sendiri.

10. Gigih

Meskipun tidak serumit membuat mesin roket, pekerjaan akuntansi tergolong tidak sederhana dan bersifat teknikal—mengandung kerumitan yang memerlukan pembelajaran khusus untuk bisa menguasainya. Tidak bisa instant.

Maka jika dari ke 10 Karakter tersebut kita bisa penuhi, peluang Akuntan Indonesia bersaing di MEA pun terbuka lebar dan tidak akan kalah dengan negara-negara tetangga yang jumlah Akuntannya lebih banyak.
Seemoga mading dan artikel ini bermanfaat, jangan lupa untuk kunjungi mading kami HIMA Universitas Budi Luhur. Jika ada saran dan kritik berikan lah melalui komentar kami sangat menerima dan menghargainya. sekian terima kasih..
Mading ke 2 HIMA, Terima kasih untuk anggota Div. Keilmuwan dan pihak yang
ikut membantu pembuatan mading.









No comments:

Post a Comment