Mading Edisi ke 2 telah keluar dan kalian semua bisa melihatnya di tempat mading HIMA yaitu di unit 5 lt 1 guys (dekat tangga naik)...
Disini kita membahas peluang dari para Akuntan yang ada di Negara kita untuk bersaing di Pasar Bebas ASEAN. Seperti kita ketahui jumlah Akuntan di negara kita saja masih belum terlalu banyak(sedikit) butuh kerja keras untuk bisa bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Berdasarkan data Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), jumlah
akuntan public (akuntan yang memunyai register sebagai akuntan public) di
Indoensia sampai dengan 31 maret 2011 berjumlah 926 yang tergabung pada 501
buah Kantor Akuntan Publik, jumlah tersebut merupakan jumlah yang paling
sedikit jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, dan dibandingkan dengan
jumlah penduduk merupakan rasio yang sangat sedikit, walaupun setiap tahunnya
dihasilkan tenaga terdidik bidang akuntansi yang mendapatkan gelar akuntan
sebanyak 1.200.000 an orang dari 41 jumlah perguruan tinggi yang
menyelenggarakan Pendidikan Profesi Akuntan (PPAk). Dari jumlah 1.200.000 an
tersebut hanya 300 – 400 an yang berkenan mengikuti Ujian sertifikasi Akuntan
Publik (USAP) dan yang berhasil lulus USAP kurang lebih 150 orang, dan hanya
26% (39 orang) yang berkenan berpraktik sebagai akuntan publik, selebihnya
berkarir pada profesi lainnya, seperti sebagai akuntan pendidik, akuntan
pemerintah, dan profesi lainnya. Dibandingkan dengan jumlah penduduk di
Indonesia yang berjumlah di atas 130 juta, jumlah akuntan yang ber register
menurut informasi dari IAI per Mei 2013 berjumlah 52.637, dan akuntan
yang tergabung dalam Ikatan Akuntan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan
dengan negara Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Sebagaimana terlihat
pada tabel berikut:
No
|
Negara
|
Asosiasi
|
2008
|
2010
|
2013
|
1
|
Brunei
|
BICPA
|
79
|
81
|
56
|
2
|
Kamboja
|
KICPAA
|
799
|
256
|
284
|
3
|
Indonesia
|
IAI
|
7.171
|
9.624
|
13.933
|
4
|
Laos
|
LICPA
|
166
|
172
|
171
|
5
|
Malaysia
|
MIA
|
25.309
|
27.920
|
29.413
|
6
|
Filipina
|
PICPA
|
20.486
|
21.939
|
19.573
|
7
|
Singapura
|
ICPAS
|
20.257
|
24.758
|
25.842
|
8
|
Thailand
|
FAP
|
49.244
|
60.365
|
51.298
|
9
|
Vietnam
|
VAA
|
7.500
|
8.000
|
8.000
|
10
|
Myanmar
|
MAC
|
502
|
1.232
|
1.379
|
Data pada tabel berikut memperlihatkan jumlah akuntan, akuntan
public dan Kantor Akuntan Publik di Indonesia menurut sumber IAI (Keliat dkk,
2013):
Tabel 2. Perkembangan Jumlah
Akuntan beregister, Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
|
Akuntan
beregister
|
49.348
|
50.879
|
52.270
|
52.637
|
Akuntan
public
|
928
|
995
|
1.016
|
1.019
|
Kantor
Akuntan Publik
|
408
|
417
|
396
|
394
|
Cabang Kantor akuntan public
|
106
|
110
|
119
|
110
|
KAP
yg bekerjasama dg KAP asing/Organisasi audit asing
|
48
|
49
|
45
|
47
|
Data perbandingan jumlah akuntan publik di ASEAN dapat
dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3 . Perbandingan Jumlah
Akuntan Publik di ASEAN
Negara
|
Jumlah penduduk
|
Jumlah akuntan publik
|
Indonesia
|
237.000.000 jiwa
|
995
|
Vietnam
|
25.000.000 jiwa
|
1.500
|
Malaysia
|
85.000.000 jiwa
|
2.460
|
Thailand
|
66.000.000 jiwa
|
6.000
|
Filipina
|
88.000.000 jiwa
|
15.000
|
Singapura
|
5.000.000 jiwa
|
15.120
|
Sumber IAPI, 31 Maret 2011
Tingkat pertumbuhan jumlah akuntan publik di Indonesia sangat
lambat, bahkan cenderung stagnan, dan regenerasi akuntan di Indonesia juga
lambat. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Semakin parah lagi sebaran
usia akuntan sangat jauh dengan jumlah akuntan didominasi oleh usia yang sudah
lanjut. Sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Kemudian untuk menghadapi MEA 2015 pada kongres
IAI XII telah disyahkan brand internasional baru IAI yaitu Institute of
Indonesia Chartered Accountants. Brand baru ini sekarang menjadi komunikasi
internasional IAI dalam setiap aktivitasnya, dan penggunaan brand internasional
Chartered Accountants (CA) memperlihatkan bahwa profesi akuntan menjadi ujung
tombak penataan profesi akuntan Indonesia dalam rangka menghadapi persaingan
global. Pada penataan lama profesi akuntan Indonesia tidak diwajibkan untuk
mengikuti PPL dan tetap saja diakui sebagai akuntan, sedangkan
kemampuannya sebagai profesi akuntan tidak diupdate dan tertinggal jauh. Pada
penataan profesi yang sekarang IAI telah menerbitkan CA sebagai nama
internasional mewajibkan kepada pemilik CA untuk mengikuti PPL minimum 30 SKP
per tahun. Hal ini menyiratkan bahwa sebagai pemilik CA memunyai kompetensi dan
profesionalisme yang sudah baik dan ter update.
Inilah
sepuluh karakter dasar yang mutlak harus dimiliki untuk menjadi akuntan handal :
1. Akurat
mengakurasikan dan mengakuntabelkan angka uang yang dipergunakan dalam aktivitas usaha.
2. Detail
Akurasi membutuhkan detail. Tanpa
detail yang cukup, akurasi tidak akan tercapai. Setiap pekerjaan akuntansi,
yang manapun, selalu detail. Bagi orang akuntansi, sesuatu yang
tidak detail cenderung tidak akurat otomatis tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Itu sebabnya mengapa orang akuntansi cenderung terbiasa
terhadap hal-hal yang sifatnya detail dan tidak terbiasa
dengan yang sebaliknya.
4. Terukur
5. Konsisten
6. Disiplin
3. Logis
Meskipun banyak bekerja
menggunakan angka, pada kenyataannya akuntansi bukanlah ilmu pasti
(exacta)—banyak menggunakan prinsip dan asumsi, namun masih dalam kisaran
logis. Logis adalah nilai positive dalam
dimensi kehidupan manapun, baik dalam lingkungan bisnis maupun sosial
masyarakat. Di lingkungan bisnis misalnya, input dasar pengambilan-keputusan
minimal harus logis, tidak bisa menggunakan asumsi dan pertimbangan ngawur. Dan
di lingkuan sosial masyarakat, logis lebih bisa diterima dibandingkan tak logis
(ngawur).
4. Terukur
Logika yang masih bisa diterima
dalam akuntansi adalah logika yang terukur. Sehingga bisa dibilang bahwa,
logika yang terukur (di atas kertas dan dalam pelaksanaan) adalah kualitas
terendah yang bisa ditoleransi, dalam akuntansi. Segala sesuatunya, jika tidak
bisa exact, minimal harus logis dan terukur.
Logika yang dianggap terukur oleh
akuntansi adalah logika yang tertuang dalam prinsip dan asumsi yang sudah
melalui pengujian yang cukup, lalu disepakati bersama dan diterima oleh
umum—dalam literature disebut ‘prinsip prinsip akuntansi berterima umum”
(PABU). Bukan prinsip dan asusmi ngawur. Harus masuk akal—baik secara teoritis
maupun praktikal.
5. Konsisten
Akuntabilitas, disamping butuh
akurasi, detail, kelogisan dan keterukuran, juga membutuhkan konsistensi. Tidak
bisa naik-turun. Tidak bisa ‘ngalor-ngidul’, semuanya harus dilakukan secara
konsisten:
- Prosedur akuntansi (pengkuran, pengakuan dan pelaporan) harus konsisten
- Metode apapun yang digunakan harus konsisten
- Satuan ukur terkecil yang digunakan harus konsisten
- Format penyajian laporan harus konsisten
- Dan lain sebagainya, semua harus konsisten
6. Disiplin
Disamping akurasi dan konsistensi,
laporan yang dibuat melalui proses akuntansi—yaitu laporan keuangan—harus
relevan, disajikan tepat waktu, tidak kedaluarsa. Untuk bisa memenuhi target
waktu penyampaia laporan keuangan, juga memerlukan disiplin yang tinggi.
Tanpa disiplin tinggi, konsistensi
tidak akan terjadi. Konsistensi, butuh disiplin tinggi:
- Tidak menyepelekan fakta (data) sekecil apapun;
- Taat pada prosedur dan kebijakan perusahaan;
- Taat pada aturan pemerintah;
- Taat pada standard an kode etik;
- Taat pada prinsip yang berterima umum dan praktek yang lazim.
7. Skeptis
Dari karakter pertama hingga
kelima di atas, jelas dan tak diragukan lagi, menjadi skeptis adalah sebuah
konsekwensi yang tidak bisa dihindari. Untungnya, sekpetis adalah salah nilai
yang positive (bukan negatif).
Berbeda dengan sinis (cynic),
skeptik dalam hal ini maksudnya adalah:
- Tidak mudah mengatakan iya – Orang akuntansi, secara informal, memang tidak diperkenaankan untuk mudah mengatakan “iya”. Standar minimal yang digunakan adalah “apa iya?”. Selanjutnya dicari tahu, kumpulkan data dan fakta sebelum mengubah “apa iya?” menjadi “iya” atau “no way”.
- Tidak mempercayai infomasi (apapun bentuknya) sebelum melakukan verifikasi – Khususnya di wilayah auditing, para auditor—baik eksternal maupun internal—diwajibkan untuk hanya mempercayai data dan fakta (bukti transaksi yang valid). Di dalam perusahaan, akuntan hanya boleh mempercayai data dan informasi setelah diverifikasi validitasnya.
8. Sederhana
Sederet
nilai kualitas (mulai dari akurasi hingga konsistensi), belum jaminan pasti
untuk bisa mewujudkan kondisi akuntabel. Untuk itu akuntansi menganjurkan agar
para akuntan mengedepankan kehati-hatian dalam menjalankan proses
akuntansi—konservatif (conservatism).
Karena laporan keuangan adalah
bentuk pertanggungjawaban manajemen (pengelola) perusahaan terhadap pemilik
usaha (para pemegang saham), maka yang dimaksud dengan kehai-hatian dalam
akuntansi adalah:
- Lebih baik mengakui laba yang lebih kecil dari kenyataannya, dibandingkan lebih besar (jika diturunkan, jadinya: akui potensi beban/biaya tapi jangan potensi pendapatan)
- Lebih baik mengakui aset lebih rendah dari kenyataannya, dibandingkan lebih besar. Sebaliknya lebih baik mengakui kewajiban lebih tinggi dari kenyataannya, dibandingkan lebih rendah.
Kesederhanaan juga nampak dari
penampilan dan gaya hidup para akuntan. Anda tidak akan pernah menemukan
akuntan yang berpenampilan serba “wah”—meskipun sesungguhnya, secara finansial,
mereka mampu untuk itu.
9. Jujur
Tentu jujur adalah hal terpenting
dalam mewujudkan akuntabilitas. Jika hal pertama hingga ke 8 di
atas sudah terwujud, otomatis kejujuran terwujud dengan sendirinya. Bila tidak,
maka minimal, kejujuran harus ada. Bisa jadi akurasi dan yang lain-lainnya
tidak bisa terwujud karena kondisi tertentu. Tetapi kejujuran harus ada.
Boleh dikatakan bahwa, kejujuran
adalah hal paling terakhir yang bisa dipegang dari seorang akuntan—pada saat
akurasi, detail, kelogisan, keterukuran, konsistensi dan lain-lainnya, terpaksa
tidak bisa diwujudkan. Seburuk-buruknya kinerja seorang akuntan, minimal dia
harus jujur. Tanpa itu, maka habislah karirnya. Konkretnya, laporkan kondisi
keuangan perusahaan apa adanya, tanpa ada niat melakukan kecurangan—baik atas
nama sendiri, kelompok, maupun perusahaan itu sendiri.
10. Gigih
Meskipun tidak serumit membuat
mesin roket, pekerjaan akuntansi tergolong tidak sederhana dan bersifat
teknikal—mengandung kerumitan yang memerlukan pembelajaran khusus untuk bisa
menguasainya. Tidak bisa instant.
Maka jika dari ke 10 Karakter tersebut kita bisa penuhi, peluang Akuntan Indonesia bersaing di MEA pun terbuka lebar dan tidak akan kalah dengan negara-negara tetangga yang jumlah Akuntannya lebih banyak.
Seemoga mading dan artikel ini bermanfaat, jangan lupa untuk kunjungi mading kami HIMA Universitas Budi Luhur. Jika ada saran dan kritik berikan lah melalui komentar kami sangat menerima dan menghargainya. sekian terima kasih..
Mading ke 2 HIMA, Terima kasih untuk anggota Div. Keilmuwan dan pihak yang ikut membantu pembuatan mading. |
No comments:
Post a Comment